
Hidangan Darah Sapi: Sup Gelap Kontroversial yang Penuh Rasa dan Cerita
Di tengah kekayaan kuliner Indonesia yang penuh warna dan cita rasa, terdapat satu sajian yang jarang dibicarakan secara terbuka, namun tetap bertahan di beberapa daerah sebagai warisan kuliner turun-temurun: sup darah sapi. Hidangan ini disebut kontroversial bukan tanpa alasan—penampilannya yang gelap, bahan dasarnya yang tidak biasa, dan persepsi masyarakat yang beragam menjadikannya unik sekaligus mengundang perdebatan.
Sup darah sapi biasanya hadir dalam bentuk kuah kental berwarna gelap pekat, yang dihasilkan dari darah sapi segar yang direbus dan dibumbui dengan rempah khas. Rasanya gurih, kaya rempah, dengan tekstur yang sedikit kental menyerupai bubur atau soto berat. Di beberapa daerah, sajian ini dianggap sebagai makanan istimewa yang mengandung nilai budaya dan simbol kekuatan.
Asal-Usul dan Tradisi
Sup darah sapi bukanlah sajian yang ditemukan di sembarang tempat. Hidangan ini lebih umum ditemui di daerah-daerah seperti Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan beberapa wilayah pedalaman Kalimantan, di mana masyarakat masih memelihara kebiasaan kuliner tradisional dari zaman nenek moyang.
Di beberapa budaya, darah hewan yang baru disembelih dianggap memiliki nilai spiritual dan gizi tinggi, terutama dalam konteks upacara adat. Hidangan ini disajikan untuk menunjukkan penghormatan terhadap hewan yang dikorbankan dan sebagai lambang kebersamaan dalam komunitas.
Proses Pembuatan: Tak Sembarangan
Membuat sup darah sapi bukan rajazeus online pekerjaan mudah. Darah harus diambil segar dari sapi yang baru dipotong dan segera diolah agar tidak menggumpal dan rusak. Biasanya, darah tersebut dicampur dengan air jeruk nipis atau cuka untuk mengurangi bau amis, kemudian dimasak bersama daun salam, serai, bawang putih, cabai, dan rempah lainnya.
Untuk memperkaya rasa, sup ini sering ditambahkan jeroan sapi seperti hati, paru, atau limpa, serta bahan pengental alami. Beberapa versi bahkan mencampurnya dengan santan, menciptakan kombinasi rasa gurih dan pedas yang kompleks.
Nilai Gizi dan Kontroversi Kesehatan
Di balik tampilannya yang gelap dan ‘seram’, darah sapi mengandung zat besi, protein, dan mineral lain yang dibutuhkan tubuh. Dalam budaya tradisional, makanan berbahan dasar darah dianggap mampu menambah tenaga dan menyembuhkan anemia.
Namun, dari sudut pandang medis modern, konsumsi darah hewan mentah atau tidak diolah dengan baik berpotensi membawa risiko kesehatan, seperti penularan parasit, bakteri, atau virus dari hewan ke manusia. Karena itu, penting untuk memastikan darah dimasak hingga matang sempurna.
Pandangan Masyarakat: Antara Tradisi dan Tabu
Banyak orang, terutama generasi muda di perkotaan, merasa ragu atau bahkan jijik saat mendengar tentang sup darah sapi. Citra darah sebagai sesuatu yang ‘jorok’ atau tidak layak dikonsumsi membuat hidangan ini sering disalahpahami.
Namun, bagi masyarakat adat yang telah mengonsumsi hidangan ini secara turun-temurun, sup darah sapi bukan sekadar makanan, melainkan bagian dari identitas budaya yang patut dihargai.
BACA JUGA ARTIKEL SELENGKAPNYA DISINI: Jus Belalang: Minuman Energi ‘Alami’ India